THT ( pada tenggorokan : pengrtian,sebab,penyakit,pencegahan,pengobatan)  

Rabu, Maret 11, 2009

TENGGOROKAN

Pengertian Tenggorokan

Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.

Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tem
pat jalannya udara ke paru-paru.
Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.

Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.

Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung bagian belakang.
Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi.
Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut.

Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan.

Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

NEUROFISIOLOGI MENELAN

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

Mandibula

Bibir

Mulut & pipi

Lidah

n. V.2 (maksilaris)

n. V.2 (maksilaris)

n.V.2 (maksilaris)

n.V.3 (lingualis)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid

n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris

n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus


Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

Bibir

Mulut & pipi

Lidah

Uvula

n. V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis)

n. V.2 (mandibularis)

n.V.3 (lingualis)

n.V.2 (mandibularis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)

Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ

Afferen

Efferen

Lidah

Palatum

Hyoid

Nasofaring

Faring

Laring

Esofagus

n.V.3

n.V.2, n.V.3

n.Laringeus superior cab internus (n.X)

n.X

n.X

n.rekuren (n.X)

n.X

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

n.IX :m.stilofaring

n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.

Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.

Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

GANGGUAN DEGLUTASI/MENELAN

Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak.

Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.

Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi .

Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.

Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

EVALUASI KLINIK DISFAGIA.

Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karna :

Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :

Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus)

kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai neurosensori-muskular.

Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.

Berdasar proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :

1. Transfer dysphagia kalau kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral dan faringeal.

2. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.

3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di faring dan esofagus

Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :

Disfagia gangguan fase oral

Disfagia gangguan fase faringeal

Disfagia gangguan fase esofageal

Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :

1. Kelainan kongenital (K)

2. Inflamasi/radang (R)

3. trauma (T)

4. Benda asing (B)

5. Neoplasma (N)

6. Psikis (P)

7. kelainan endokrin (E)

8. kelainan kardio vaskuler (KV)

9. kelainan neurologi/saraf (S)

10.Penyakit degeneratif (D)

11.Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

ANAMNESIS PENTING.

Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)

Lama dan progresifitas keluhan disfagia

Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress psikis dan fisik)

keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.

Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler dll)

Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi, muskulorelaksan pusat)

Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan

Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK PENTING

Keadaan umum pasien

Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot lidah.

Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara (keterlibatan laring)

Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis.

Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial

Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa leher, pembesaran KGB leher dan trauma

PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING

Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik :

Penunjang

Kegunaan

Barium Swallow (Esofagogram)

CT Scan

MRI

Laringoskopi direk

Esofagoskopi

Endoskopi ultrasound

Menilai anatomi dan fs otot faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k tumor, striktur,web, akalasia, divertikulum

Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada

Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif proses diotak

Menilai keadaan dan pergerakan otot laring

Menilai lumen esofagus, biopsi

Menilai lesi submukosa



Pemeriksaan penunjang utk menilai fungsi menelan :

Penunjang

Kegunaan

1. Modified barium swallow

2. Leksible fiber optic faringoskop

3. Video floroscopy recording

4. Scintigraphy

5. EMG

6. Manometri

7. pHmetri 24 jam

Menilai keadaan kedua sfingter esofagus, menganalisa transfer dysphagia

Menilai pergerakan faring dan laring

Sda

Menilai gangguan orofaring, esofagus, pengosongan lambung dan GERD (Gastroesophageal refluks disease)

Menilai defisiensi fungsi saraf kranial

Menilai gangguan motilitas peristaltik

Pemeriksaan fefluks esofagitis



AddThis Social Bookmark Button