Nomor Urut Partai Pemilu 2009  

Senin, Maret 30, 2009

BERIKAN HAK SUARA ANDA....!!!!!


Dalam rangka turut memeriahkan kontes SEO lokal Indonesia yang fokus pada Kampanye Pemilu 2009, berikut saya tambahkan posting baru lagi yang berbau pemilu 2009. Kali ini infonya seputar nama-nama partai dan nomor urutnya yang ikut dalam pemilu 2009 nanti.

Pemilu tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009. Diharapkan semua rakyat indonesia dapat menggunakan hak suaranya dengan baik dan jangan golput.

1. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).
3. Partai Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia.
4. Partai Peduli Rakyat Nasional.
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
6. Partai Barisan Nasional.
7. Partai Keadian dan Persatuan Indonesia (PKPI).
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
9. Partai Amanat Nasional (PAN).
10. Partai Indonesia Baru.
11. Partai Kedaulatan.
12. Partai Persatuan.
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
14. Partai Pemuda Indonesia.
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenis (PNI Marhaenis).
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
17. Partai Karya Perjuangan.
18. Partai Matahari Bangsa.
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
20. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK).
21. Partai Republik Nusantara.
22. Partai Pelopor.
23. Partai Golongan Karya (Golkar).
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
25. Partai Damai Sejahtera (PDS).
26. Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia.
27. Partai Bulan Bintang (PBB).
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
29. Partai Bintang Reformasi (PBR).
30. Partai Patriot.
31. Partai Demokrat.
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia.
33. Partai Indonesia Sejahtera.
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).

AddThis Social Bookmark Button


Bencana Alam Situ Gintung  

SITU GINTUNG TAK BERUNTUNG : KETAMAKAN MANUSIA

Situ Gintung, Cirendeu Tanggerang Banten, dikenal sebagai wilayah serapan. Tempat rekreasi yang elok ceria. Disitu biasanya banyak khlayak yang memanfaatkan waktu senggang untuk tempat piknik. Sekedar untuk melepas lelah, mancing dan berteduh di sekitarnya. Namun Jumat subuh kemarin tiba-tiba saja sang situ yang berfungsi sebagai pengendali berubah menjadi penyebab banjir. Pasalnya karena daya tampung situ akibat hujan yang deras selama tiga hari tak tahan lagi. Lalu jebol meluluh lantahkan ratusan bangunan rumah dan hingga kini tidak kurang dari 57 nyawa hilang. Belum lagi lebih dari tiga puluhan yang hilang.

Fenomena bencana alam Situ Gintung bukanlah hal yang pertama kali terjadi di bumi Indonesia tercinta. Banjir badang dan longsor sudah menjadi kejadian rutin. Lingkungan yang tidak tertata tampaknya semakin mengindikasikan merapuhnya bumi. Bumi sudah semakin terancam gara-gara eksploitasi sumberdaya alam yang semakin tak terkendali seperti perambahan liar hasil hutan, terumbu karang, dan pertambangan. Di daerah kota pun seperti Situ Gintung, tata ruang sudah tidak berlaku lagi. Yang ada cuma kekuasaan berlambang materi atau uang untuk melawan daya dukung lingkungan. Kualitas lahan, air dan udara semakin memprihatinkan karena ulah manusia yang tamak alias rakus. Padahal Allah berfirman: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar (al-Hijr; 85).

Dari sisi politik, keseriusan pemerintah untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berwawasan kelestarian lingkungan seharusnya semakin difokuskan. Tidak parsial. Artinya, pada pembangunan tiap sektor seharusnya konsep bumi sehat dan asri menjadi bagian tak terpisahkan. Indonesia sangat berkepentingan dalam menyelamatkan bumi. Diperkirakan seluas 65 juta hektar (43%) lahan subur sejak era orde baru telah menjadi lahan kritis (Ivana A Hadar, Kompas, 22 April 2006). Kalau tidak segera dibenahi serius dapatlah dibayangkan bahwa bumi Indonesia akan semakin parah. Tidak ada lagi ruang teduh untuk bernaung. Tidak ada lagi ruang untuk bernapas segar. Tidak ada lagi air sebagai sumber kehidupan.

Suatu ketika tidak ada lagi sisa-sisa bumi yang bersih dan lestari untuk diwariskan pada anak cucu bangsa. Lirik lagu Rayuan Pulau Kelapa karangan Ismail Marzuki…Indonesia yang indah permai…cuma sekedar impian; jauh dari kenyataan. Karena itu sangat dianjurkan untuk waspada terhadap bencana yang dikarenakan ulah manusia itu sendiri. Maka mereka kembali dengan ni’mat dan karunia dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (Ali Imran; 174). Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga arwah korban bencana diterima di sisi Allah swt . Amiin.

AddThis Social Bookmark Button


THT ( pada tenggorokan : pengrtian,sebab,penyakit,pencegahan,pengobatan)  

Rabu, Maret 11, 2009

TENGGOROKAN

Pengertian Tenggorokan

Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.

Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tem
pat jalannya udara ke paru-paru.
Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.

Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.

Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung bagian belakang.
Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi.
Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut.

Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan.

Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

NEUROFISIOLOGI MENELAN

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

Mandibula

Bibir

Mulut & pipi

Lidah

n. V.2 (maksilaris)

n. V.2 (maksilaris)

n.V.2 (maksilaris)

n.V.3 (lingualis)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid

n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris

n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus


Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

Bibir

Mulut & pipi

Lidah

Uvula

n. V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis)

n. V.2 (mandibularis)

n.V.3 (lingualis)

n.V.2 (mandibularis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)

Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ

Afferen

Efferen

Lidah

Palatum

Hyoid

Nasofaring

Faring

Laring

Esofagus

n.V.3

n.V.2, n.V.3

n.Laringeus superior cab internus (n.X)

n.X

n.X

n.rekuren (n.X)

n.X

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

n.IX :m.stilofaring

n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.

Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.

Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

GANGGUAN DEGLUTASI/MENELAN

Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak.

Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.

Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi .

Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.

Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

EVALUASI KLINIK DISFAGIA.

Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karna :

Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :

Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus)

kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai neurosensori-muskular.

Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.

Berdasar proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :

1. Transfer dysphagia kalau kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral dan faringeal.

2. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.

3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di faring dan esofagus

Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :

Disfagia gangguan fase oral

Disfagia gangguan fase faringeal

Disfagia gangguan fase esofageal

Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :

1. Kelainan kongenital (K)

2. Inflamasi/radang (R)

3. trauma (T)

4. Benda asing (B)

5. Neoplasma (N)

6. Psikis (P)

7. kelainan endokrin (E)

8. kelainan kardio vaskuler (KV)

9. kelainan neurologi/saraf (S)

10.Penyakit degeneratif (D)

11.Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

ANAMNESIS PENTING.

Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)

Lama dan progresifitas keluhan disfagia

Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress psikis dan fisik)

keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.

Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler dll)

Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi, muskulorelaksan pusat)

Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan

Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK PENTING

Keadaan umum pasien

Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot lidah.

Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara (keterlibatan laring)

Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis.

Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial

Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa leher, pembesaran KGB leher dan trauma

PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING

Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik :

Penunjang

Kegunaan

Barium Swallow (Esofagogram)

CT Scan

MRI

Laringoskopi direk

Esofagoskopi

Endoskopi ultrasound

Menilai anatomi dan fs otot faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k tumor, striktur,web, akalasia, divertikulum

Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada

Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif proses diotak

Menilai keadaan dan pergerakan otot laring

Menilai lumen esofagus, biopsi

Menilai lesi submukosa



Pemeriksaan penunjang utk menilai fungsi menelan :

Penunjang

Kegunaan

1. Modified barium swallow

2. Leksible fiber optic faringoskop

3. Video floroscopy recording

4. Scintigraphy

5. EMG

6. Manometri

7. pHmetri 24 jam

Menilai keadaan kedua sfingter esofagus, menganalisa transfer dysphagia

Menilai pergerakan faring dan laring

Sda

Menilai gangguan orofaring, esofagus, pengosongan lambung dan GERD (Gastroesophageal refluks disease)

Menilai defisiensi fungsi saraf kranial

Menilai gangguan motilitas peristaltik

Pemeriksaan fefluks esofagitis



AddThis Social Bookmark Button


THT ( pada hidung : pengrtian,sebab,penyakit,pencegahan,pengobatan)  

HIDUNG
Pengertian Hidung

Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.

Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago
).
Di dalam hidung terdapat
rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.

Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.
Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan mele
mbabkan udara yang masuk dengan segera.

Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia).
Biasanya koto
ran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru.

Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.
Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktoriu
s/saraf penghidu).
Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.


SINUS PARANASALIS

Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung.
T
erdapat 4 kelompok sinus paranasalis:

Sinus maksilaris

Sinus etmoidalis

Sinus frontalis

Sinus sfenoidalis.

Dengan adanya sinus ini maka:
- berat dari tulang wajah menjadi berkurang
- kekuatan dan bentuk tulang terpelihara
- resonans
i suara bertambah.

Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.
Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis).


RINITIS ATROFI

DEFINISI

Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif mukosa hidung dan tulang penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental dan tebal yang cepat mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau busuk. Rinitis atrofi disebut juga rinitis sika, rinitis kering, sindrom hidung-terbuka, atau ozaena.

INSIDENSI

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara berkembang. Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang bersuhu panas seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah dengan status higiene buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita, angka kejadian wanita : pria adalah 3:1. Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh dr.Spencer Watson di London pada tahun 1875.1 Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1 sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor hormonal).

KLASIFIKASI

Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer Watson (1875) sebagai berikut:

1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan mudah ditangani dengan irigasi.

2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.

3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.

Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:

1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang didiagnosis pereksklusionam setelah riwayat bedah sinus, trauma hidung, atau radiasi disingkirkan. Penyebab primernya merupakan Klebsiella ozenae.

2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering ditemukan di negara berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah sinus, selanjutnya radiasi, trauma, serta penyakit granuloma dan infeksi.

ETIOLOGI

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder. Rinitis atrofi primer adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. Rinitis atrofi primer adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.

Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi, trauma, penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus merupakan penyebab 90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui berpengaruh adalah turbinektomi parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa turbinektomi (10%), dan maksilektomi (6%). Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya penyakit sarkoid, lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk tuberkulosis dan sifilis. Pada negara berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2% sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder. Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan superinfeksi dan hal ini menjadi penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi radiasi pada hidung dan sinus hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak 1%.

Selain faktor diatas, beberapa keadaan dibawah ini juga diduga sebagai penyebab rinitis atrofi:

1) Infeksi kronik spesifik oleh kuman lain

Yakni infeksi oleh Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena. Telah dilaporkan terjadinya rinitis atrofi pada seorang anak 7 tahun dari satu keluarga setelah anak dari tetangga keluarga tersebut yang diketahui menderita rinitis atrofi menginap bersamanya.

2) Defisiensi besi dan vitamin A

Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi dan pada 84% pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan simptomatis. Adanya hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi menunjukkan peran diet pada penyakit ini.

3) Perkembangan

Dilaporkan adanya pengurangan diameter anteropsterior hidung dan aliran udara maksiler yang buruk pada penderita rinitis atrofi.

4) Lingkungan

Dilaporkan telah terjadi rinitis atrofi pada pasien yang terpapar fosforit dan apatida.

5) Sinusitis kronik

6) Ketidakseimbangan hormon estrogen

Dilaporkan adanya perburukan penyakit saat hamil atau menstruasi.

7) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun

8) Teori mekanik dari Zaufal

9) Ketidakseimbangan otonom

10) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

11) Herediter

Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom pada sebuah keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.

12) Supurasi di hidung dan sinus paranasal

13) Golongan darah

PATOGENESIS

Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik pada rinitis atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas epitel pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis atrofi, lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini mengakibatkan hilangnya kemampuan pembersihan hidung dan kemampuan membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami atrofi yang parah atau menghilang sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi juga penyakit pada pembuluh darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi penyebab terjadinya rinitis atrofi atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis atrofi itu sendiri).

Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I, adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi kronik yang membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II, terdapat vasodilatasi kapiler yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriola akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa. Selain itu didapatkan sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun, dimana terdeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi klirens mukus dan mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.

GEJALA KLINIS

Pemeriksaan fisik terhadap rinitis atrofi dapat dengan mudah dikenali. Tanda pertama sering berupa bau (foeter ex nasi) dari pasien. Pada beberapa kasus, bau ini bisa berat. Hal ini akan menyebabkan ganggguan pada setiap orang kecuali pasien, karena pasien mengalami anosmia. Beberapa pasien juga memperlihatkan depresi yang terjadi sebagai implikasi sosial dari penyakit. Pasien biasanya mengeluh obstruksi hidung (buntu), krusta yang luas, dan perasaan kering pada hidung.

Gejala klinis rinitis atrofi secara umum adalah :

Gejala :

obstruksi hidung (buntu)

sakit kepala

- epistaksis pada pelepasan krusta

- bau busuk pada hidung (foeter ex nasi) yang dikeluhkan oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Bau ini tidak diketahui oleh pasien karena atrofi dari mukosa olfaktoria.

- Faringitis sikka

- Penyumbatan yang terjadi karena lepasnya krusta dari nasofaring masuk ke orofaring.

Tanda :

- foeter ex nasi

- krusta dihidung berwarna kuning, hijau, atau hitam

- pelepasan kusta akan memperlihatkan ulserasi dan perdarahan mukosa hidung


AddThis Social Bookmark Button


THT ( pada telingah : pengrtian,sebab,penyakit,pencegahan,pengobatan)  

TELINGA

Pengertian Telinga
Lokasi dan fungsi dari telinga, hidung dan tenggorokan berhubungan erat.
Kelainan pada organ-organ tersebut didiagnosis dan diobati oleh dokter spesialis yang disebut otolaringologis.

Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus
).
Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi ju
ga lentur.
Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga.
Gendang telinga ad
alah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.

Telinga Tengah

Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:

- Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
-
Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
-
Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.

Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:

- Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel) - Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.

Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian
tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan.

Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusak

- Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan.

Telinga Dalam

Telinga
dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama:

-Koklea (organ pendengaran)

- Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan).

Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.

Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada sel rambut.
Jika sel rambut rusak, dia tidak akan tumbuh kembali.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran.

Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga keseimbangan.
Setiap gerakan kepala menyebabkan ciaran di dalam saluran bergerak.
Gerakan cairan di salah satu saluran bisa lebih besar dari gerakan cairan di saluran lainnya; hal ini tergantung kepada arah pergerakan kepala.

Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.
Sel rambut ini memprakarsai gelombang saraf yang menyampaikan pesan ke otak, ke arah mana kepala bergerak, sehingga keseimbangan bisa dipertahankan.

Jika terjadi infeksi pada kanalis semisirkuler, (seperti yang terjadi pada infeksi telinga tengah atau flu) maka bisa timbul vertigo (perasaan berputar).

BENDA ASING

Mastoiditis

Definisi
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya)

Epidemiologi
Masih belum diketahui secara pasti , tetapi biasanya terjadi pada pasien-pasien muda dan pasien dengan gangguan system imu.

Patofisiologi / Etiologi
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S. Pnemonieae.
Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.


Gejala
Dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid. Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan

Kemerahan pada kompleks mastoid

Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir (warna bergantung dari bakteri)

Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)

Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)

Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lainnya.

Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnnya.

Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur mikrobiologi, pengukuran sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala.

Tatalaksana
Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal.




AddThis Social Bookmark Button


Imunisasi pencegahan dan pengetahuan lainnya  

Selasa, Maret 10, 2009

IMUNISASI


Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

POLIO: Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.

HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.

TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur.

Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?
Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.
(dari berbagai sumber)

AddThis Social Bookmark Button